Mungkin Saja
Kenapa harus banyak berkomentar? Kenapa harus memberikan penilaian kepada orang lain? Dan Kenapa juga harus peduli dengan orang lain? Kenapa harus melakukan semua pengorbanan secara berlebihan? Kenapa harus mengalah secara berlebihan? Atau kenapa harus mempertahankan sesuatu secara berlebihan. Dan kenapa harus berlebihan dengan rasa kecewa?
Terkadang gue ga bisa membedakan antara perbedaan kepedulian, sok tau dan pencitraan. Yah, kalo dari makna kata jelas banget itu berbeda. Yang gue maksud disini adalah dalam sebuah konteks, ya konteks kejadian! Entahlah, sumpah akhir-akhir ini gue benar-benar benci mengakui sebuah arti kepeduliaan.
Everybody hurt, sometime! Yah, gue yakin itu. Masa-masa itu pasti ada. Cuma seberapa kuat menghadapinya, seberapa tahan kau menerimanya. Gue akui gue sering merasakannya. Entah karena memang ini sebuah tindakan yang mengharapkan suatu balasan, tapi gue rasa tidak. Gue hanya butuh bentuk lain dari sebuah apresiasi. Wah, terbilang tidak ikhlas dong. Bukaaann! Gue juga bingung cara mudah menjelaskannya. Begini deh, kalo missal kondisinya kayak gini. Lu sering minta tolong sesuatu tapi tak pernah direspon dan terbilang diabaikan. Tapi ketika seseorang minta bantuan, lu akan sesegera mungkin dan berharap untuk cepat-cepat menyelesaikan dan menolongnya. Dan setelah itu, ada rasa kepuasaan tersendiri setelah hal itu terjadi tapi disisi lain lu kecewa karena kenapa saat lu butuh tapi sering diabaikan. Ya, begitu!
Gue tahu, sikap yang sebenarnya yang paling tidak gue suka dan sering muncul dengan kesadaran tapi tak bisa dibendung adalah sebuah ke”lebay”an. Banyak hal yang membuat gue tidak suka ini. Gue sendiri pun bingung harus melakukan apa untuk kebaikan diri ini. Gue akui, gue terkadang harus berubah menjadi pribadi yang lain dalam satu waktu. Lebay yang gue maksud disini adalah lebay yang bukan dalam arti sempit, yaahh..taulah maksudnya apa.
Lebay yang gue maksud adalah lebay dalam mengungkapkan sesuatu, apalagi soal rasa. Gue sering mengeluh dengan kata-kata badmood, padahal dibalik itu semua, gue juga sering bahagia berlebihan. Dan gue sering melupakan itu. Gue sering marah-marah ga jelas padahal dibalik semua itu juga sering galau dan sedih berlebihan. Betapa labilnya gue. Wajar banyak orang menilai gue lemah, ga Cuma fisik tapi juga mental. Ah, cacat. Betapa bencinya dengan hal itu.
Ini ungkapan tergalau, tersensitif, paling memalukan, paling mengerikan, paling jujur yang gue tulis. Ini adalah contoh sebuah kelebayan itu. Ini hasil akumulasi dari runtutan kejadian yang gue jalani. Oke. Malam.
Komentar
Posting Komentar